A. Definisi Digital Literacy
Digital Literacy adalah kemampuan
untuk secara efektif dan kritis menavigasi, mengevaluasi dan membuat informasi
dengan menggunakan berbagai teknologi digital. Hal ini dibutuhkan untuk
mengenali dan menggunakan kekuatan itu, untuk memanipulasi dan mengubah media
digital, untuk mendistribusikan pervasively, dan mudah mengadaptasi mereka
untuk menjadi bentuk-bentuk baru. Digital Literacy tidak menggantikan
bentuk-bentuk tradisional dari Digital Literacy, itu dibangun berdasarkan
pondasi bentuk tradisional dari Digital Literacy. Penelitian sekitar Digital
Literacy berkaitan dengan aspek-aspek yang lebih luas terkait dengan belajar
cara efektif menemukan, menggunakan, meringkas, mengevaluasi, membuat, dan
mengkomunikasikan informasi saat menggunakan teknologi digital.
Digital Literacy meliputi semua
perangkat digital, seperti perangkat keras komputer, perangkat lunak, internet,
dan ponsel. Seseorang menggunakan keterampilan ini untuk berinteraksi dengan
masyarakat, atau dapat disebut juga warga digital.
Sejarah singkat literasi digital.
Istilah literasi digital mulai popular sekitar
tahun 2005 (Davis & Shaw,2011) Literasi digital bermakna kemampuan untuk
berhubungan dengan informasi hipertekstual dalam arti bacaan tak berurut
berbantuan komputer. Istilah aliterasi digital pernah digunakan tahun 1980an,(Davis
& Shaw, 2011), secara umum bermakna kemampuan untuk berhubungan dengan
informasi hipertekstual dalam arti membaca non-sekuensial atau non urutan berbantuan
komputer (Bawden, 2001). Gilster (2007) kemudian memperluas konsep literasi
digital sebagai kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai
sumber digital.; dengan kata lain kemampuan untuk membaca, menulis dan
berhubungan dengan informasi dengan menggunakan teknologi dan format yang ada
pada masanya. Penulis lain menggunakan istilah literasi digital untuk
menunjukkan konsep yang luas yang menautkan bersama-sama berbagai literasi yang
relevan serta aliterasi berbasis kompetensi dan keterampilan teknologi
komunikasi, namun menekankan pada kemampuan evaluasi informasi yang lebih “lunak”
dan perangkaian pengetahuan bersama-sama pemahaman dan sikap (Bawden, 2008;
Martin, 2006, 2008) . Literasi digital mencakup pemahaman tentang Web dan mesin
pencari. Pemakai memahami bahwa tidak semua informasi yang tersedia di Web
memiliki kualitas yang sama; dengan demikian pemakai lambat laun dapat mengenali
situs Web mana yang andal dan sah serta situasi mana yang tidak dapat dipercayai.
Dalam literasi digital ini pemakai dapat memilih mesin pemakai yang baik untuk
kebutuhan informasinya,mampu menggunakan mesin pencarian secara efektif
(misalnya dengan “advanced search”.
Komponen Literasi Digital
Menurut Bawden (2008), komponen literasi
digital terdiri dari empat bagian sebagai berikut :
(1) Tonggak pendukung berupa :
literasi itu sendiri dan
literasi komputer, informasi , dan
teknologi komunikasi
(2) Pengetahuan latar belakang terbagi
atas :
dunia informasi dan
sifat sumber daya informasi
(3) Kompetensi berupa :
pemahaman format digital dan non digital
penciptaan dan komunikasi informasi
digital
Evaluasi informasi
Perakitan pengetahuan
Literasi informasi
Literasi media
(4) Sikap dan perspektif.
Ini merupakan hal yang ,menciptakan tautan
antara konsep baru literasi digital dengan gagasan lama tentang literasi.
Perseorangan tidak cukup memiliki ketrampilan dan kompetensi melainkan hal itu
harus berlandaskan kerangka kerja moral,yang diasosiasikan dengan seseorang yang
terdidik. Dari semua komponen literasi digital, mungkin yang paling sulit
diajarkan adalah kerangka kerja moral, namun hal itu paling kuat kedekatannya
dengan istilah informasi dalam akar bahasa Latinnya informare artinya
membentuk, memaparkan. Pembelajaran mandiri dan literasi moral dan sosial
merupakan kualitas yang ada pada seseorang dengan motivasi dan pikiran
mendayagunakan informasi sebaik-baiknya. Ketiga hal tersebut merupakan dasar
pemahaman pentingnya informasi serta urusan yang baik dengan sumber daya
informasi dan saluran komunikasi serta insentif untuk meningkatkan kemampuan
seseorang ke tingkat yang lebih baik.
Literasi moral menyangkut pemahaman bahwa
akses yang hampir tidak terbatas pada Web diikuti dengan pemahaman bahwa tidak
semua materi yang di unduh itu bebas dari hak cipta. Keempat komponen dianggap
merupakan tuntutan yang berat yang ditujukan pada pemakai informasi. Rasanya
berat namun hal tersebut merupakan keharusan bila
seseorang berkecimpung dan berhasil dalam
lingkungan informasi dewasa ini. Dalam hal ini khususnya literasi digital
merupakan alat yang ampuh untuk menghindari masalah dan paradox dalam perilaku
informasi seperti beban lebih informasi (information overload),
kecemasan informasi, penghindaran informasi dan sejenisnya (Bawden &
Robinson, 2009).
Kompetensi utama Literasi digital
Dalam literasi digital, yang menjadi
kompetensi utama mencakup :
(1) Pemahaman format digital dan non digital;
(2) Penciptaan dan komunikasi informasi
digital;
(3) Evaluasi informasi;
(4) penghimpunan atau perakitan
pengetahuan;
(5) Literasi informasi dan
(6)
Literasi media (Davis & Shaw, 2011).
B. Digital
Literacy dan Keterampilan Abad 21
Digital Literacy memerlukan
keahlian tertentu dengan yang interdisipliner di alam. Informasi daftar, Media,
dan Teknologi, Keterampilan Belajar dan Inovasi, dan Hidup dan Keterampilan
Karir sebagai tiga set keterampilan yang individu perlu kuasai agar menjadi
Digital Literacy, atau Keterampilan abad ke-21. Tercakup dalam Keterampilan
Belajar dan Inovasi, kita juga harus
mampu untuk bisa melatih kreativitas dan inovasi, berpikir kritis dalam
pemecahan masalah, dan komunikasi dan keterampilan kolaborasi. Dalam rangka
untuk menjadi kompeten dalam Kehidupan dan Keterampilan Karir, perlu juga untuk
dapat melaksanakan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, inisiatif dan
pengarahan diri sendiri, keterampilan sosial dan lintas- budaya, produktivitas
dan akuntabilitas, kepemimpinan dan tanggung jawab. Eshet- Alkalai berpendapat bahwa ada lima jenis kemahiran
yang tercakup dalam istilah umum Digital Literacy.
1.
Photo-visual literacy adalah kemampuan untuk
membaca dan menyimpulkan informasi dari visual.
2.
Reproduksi Literacy adalah kemampuan untuk
menggunakan teknologi digital untuk menciptakan karya baru dari pekerjaan.
3.
Percabangan Literacy adalah kemampuan untuk
berhasil menavigasi di media non-linear dari ruang digital.
4.
Informasi Literacy adalah kemampuan untuk
mencari, menemukan, menilai dan mengevaluasi secara kritis informasi yang
ditemukan di web.
5.
Sosio-emosional Literacy mengacu pada
aspek-aspek sosial dan emosional hadir secara online, apakah itu mungkin
melalui sosialisasi, dan berkolaborasi, atau hanya mengkonsumsi konten.
Digital Literacy membantu orang
berkomunikasi dan mengikuti tren masyarakat. Literacy dalam layanan jaringan
sosial dan Web 2.0 adalah situs yang membantu orang tetap berhubungan dengan
orang lain, menyampaikan informasi yang tepat waktu dan bahkan menjual barang
dan jasa. Ini adalah sebagian besar yang
populer di kalangan generasi muda, meskipun situs-situs seperti LinkedIn telah
membuat berharga bagi para profesional yang lebih tua. Digital Literacy juga
dapat mencegah orang percaya hoax yang menyebar online atau merupakan hasil
dari manipulasi foto. E-mail penipuan dan
phishing sering mengambil keuntungan dari digital buta huruf, biaya
korban uang dan membuat mereka rentan terhadap
pencurian identitas. Penelitian telah menunjukkan bahwa perbedaan
tingkat Digital Literacy tergantung terutama pada usia dan tingkat pendidikan,
sedangkan pengaruh gender menurun. Di antara orang-orang muda, khususnya,
Digital Literacy yang tinggi dalam dimensi operasional (misalnya cepat bergerak
melalui hypertext, keakraban dengan berbagai jenis sumber daya online),
sedangkan keterampilan untuk secara kritis mengevaluasi konten yang ditemukan
secara online menunjukkan defisit.
D. Penggunaan Digital Literacy dalam pendidikan
Sekolah terus memperbarui
kurikulum mereka untuk Digital Literacy, untuk mengikuti percepatan perkembangan teknologi. Seperti
halnya berisi komputer di dalam kelas, penggunaan perangkat lunak pendidikan untuk mengajarkan
kurikulum, dan materi kursus yang dibuat tersedia untuk siswa secara online.
Guru sering mengajarkan keterampilan Digital Literacy untuk siswa yang
menggunakan komputer untuk penelitian. Keterampilan tersebut termasuk
memverifikasi system kredibel online dan bagaimana untuk mengutip situs web.
Google dan Wikipedia yang digunakan oleh siswa untuk penelitian kehidupan
sehari-hari. Pendidik sering diharuskan untuk disertifikasi dalam Digital
Literacy untuk mengajar software tertentu dan lebih prevalently, untuk
mencegah plagiarisme di kalangan
mahasiswa.
Mereka yang berada pada posisi
Digital Literacy lebih cenderung secara ekonomi aman. Banyak pekerjaan
memerlukan pengetahuan tentang komputer dan internet untuk melakukan fungsi
dasar. Sebagai teknologi nirkabel, meningkatkan pekerjaan lebih membutuhkan
kemampuan dengan ponsel dan PDA (kadang-kadang digabungkan menjadi ponsel
pintar ). Kerah putih pekerjaan semakin
dilakukan terutama pada komputer dan perangkat
portabel. Banyak dari pekerjaan ini membutuhkan bukti Digital Literacy
untuk dipekerjakan atau dipromosikan. Kadang-kadang perusahaan akan melakukan
tes sendiri untuk karyawan, atau sertifikasi resmi akan diperlukan. Perekrut
pekerjaan sering menggunakan situs Web kerja untuk mencari karyawan potensial,
sehingga Digital Literacy penting perannya dalam mengamankan pekerjaan.
Digital Literacy dan akses digital
telah menjadi differentiators kompetitif semakin penting. Menjembatani ekonomi dan
pembangunan. Sebagian besar adalah soal Digital Literacy meningkat dan akses
bagi masyarakat yang telah ditinggalkan dari informasi dan teknologi
komunikasi. Scholar Howard Besser berpendapat bahwa kesenjangan digital adalah
lebih dari sekedar kesenjangan antara mereka yang memiliki akses ke teknologi
dan mereka yang tidak. Masalah ini mencakup aspek-aspek seperti literasi
informasi, ketepatan isi, dan akses ke konten. Selain akses, kesenjangan
digital antara mereka ada yang menerapkan
berpikir kritis untuk teknologi atau tidak, mereka yang berbahasa
Inggris atau tidak, dan mereka yang menciptakan digital konten atau hanya
mengkonsumsinya.
G. Dampak global
Pejabat pemerintah di seluruh
dunia telah menekankan pentingnya Digital Literacy untuk mereka dalam hal
ekonomi. Banyak negara berkembang juga berfokus pada pendidikan Digital Literacy
untuk bersaing secara global. Literasi digital berdampak pada pustakawan
karena dia harus menguasai literasi informasi serta literasi lainnya sehingga
memungkinkan pustakawan mengembangkan kegiatan literasi informasi di
lingkungannya. Pengetahuan latar belakang juga
menimbulkan masalah pada pendidikan pustakawan. Apakah pola pendidikan pustakwan
yang didominasi program sarjana masih diteruskan atau diubah? Pengalaman
menunjukkan bahwa pustakawan yang berbasis sarjana ilmu perpustakaan merasakan
kurang bekal ilmu pengetahuan lain onilmu perpustakaan untuk kepentingan
pekerjaannya. Maka banyak pustakwan yang bergelar sarjana ilmu perpustakaan,
manakala sudah bekerja, melanjutkan pendidikan di tingkat pascasarjana bidang
lain seperti komunikasi, pendidikan, sejarah dll. Keadaan semacam itu
mencetuskan gagasan mengapa beberapa lembaga penyelenggara pendidikan
pustakawan lebih memusatkan pada pendidikan pascasarajana disertai dengan
kegiatan riset sedangkan lembaga lain tetap berkonsentrasi pada program sarjana
saja. Juga secara tidak langsung hal itu nampak pada usulan Forum Kerjasama
Perpustakaan Perguruan Tinggi yang mengusulkan agar kepala perpustakaan
universitas adalah mereka yang bergelar magister ilmu perpustakaan atau yang
lebih tinggi.
Apa itu Literasi
Informasi?
Literasi
informasi sering disebut juga dengan keberaksaraan informasi atau kemelekan
informasi. Dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi, literasi infromasi
sering dikaitkan dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara benar
informasi yang tersedia.
Pengertian
literasi informasi yang sering dikutip adalah pengertian literasi informasi
dari American Library Association (ALA) : “information literacy is a set of
abilities requiring individuals to “recognize when information is needed and
have the ability to locate, evaluate, and use effective needed information”.
Artinya, literasi informasi diartikan sebagai kemampuan
seseorang untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkannya, mengakses dan
menemukan informasi, mengevaluasi informasi, dan menggunakan informasi seara
efektif dan etis. (dalam Naibaho, 2007: 7-8)
Informasi yang
menjadi obyek disini dapat bersumber dari mana saja, baik dari media cetak
seperti buku, majalah, jurnal, maupun sumber non cetak, seperti file dalam komputer,
internet, film, hasil percakapan dan sebagainya. Information literacy berperan
sebagai alat untuk memilah informasi-informasi tersebut, agar yang berguna
dapat tetap dimanfaatkan secara maksismal dan sebaliknya, informasi ang hanya
berpotensi menjadi sampah akan dapat difilter. Capaian yang diharapkan secara
langsung adalah efisiensi dalam hal waktu, biaya dan tenaga yang dikeluarkan
selama proses pencarian informasi.
Dalam
perkembangannya, konsep information literacydiaplikasikan
melalui saluran-saluran (channel) berupa kegiatan praktis, misalnya dalam
kegiatan pendidikan pemakai perpustakaan, pembekalan bagi siswa maupun
mahasiswa baru hingga kepentingan dunia bisnis, Meluasnya area yang membutuhkan
kemampuan melek informasi mendorong banyak professional di bidang informasi dan
perpustakaan untuk memulai menyusun berbagai formula pendekatan yang dapat
mempermudah masyarakat menguasai kemampuan ini.
Kemampuan
untuk menemukan informasi, mengolah dan menyajikan informasi sebenarnya
kemampuan umum yang dimiliki oleh setiap orang. Tetapi tidak semua orang dapat
dikatakan mempunyai kemampuan literasi informasi. Seseorang dikatakan mempunyai
keterampilan literasi informasi mampu memahami kebutuhan informasi dan
mendapatkan informasi yang tepat dalam berbagai format lalu mampu menggunakan
dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk yang tepat dan benar. Dengan
kemampuan ini seseorang memiliki kerangka kerja intelektual untuk memahami,
mencari dan mengevaluasi dan menggunakan informasi.
Untuk mensikapinya ledekan informasi yang saat ini terus berkembang kita memerlukan sebuah strategi literasi yaituinformation literacy skills, yang dimaknai sebagai kemampuan untuk mengenali adanya kebutuhan informasi dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dengan efektif. Ada sejumlah elemen pendukunginformation literacy, yang juga berperan sebagai prasyarat untuk menguasai information literacy skill secara utuh. Elemen-elemen tersebut bersifat saling melengkapi dan tidak terpisahkan. Satu hal yang penting untuk digaris bawahi adalah bahwa upaya implementasi information literacy skill selalu membutuhkan saluran (Channel), yang dapat berupa kegiatan pembelajaran disekolah maupun di perguruan tinggi, kegiatan pendidikan pemakai di perpustakaan dan lain sebagainya. Hasil yang hendak dicapai dari penguasaan dan aplikasi information literacy skill ini adalah efisiensi biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan selama proses pencarian informasi.
Elemen-Elemen
Information Literacy